Tahukah kau,
sahabatku…
Saat itu kutengah menyibak tirai awan
Kupilih satu rasi bintangku
di antara milyaran bintang di langit tak
berbatas
untuk kujadikan pemandu perjalanan
Laiknya seorang pelaut yang terapung-apung di
tengah laut nan gelap gulita
di tengah laut luas yang mampu menelan apa saja
dengan sekali badai
namun kembali tenang di permukaan seolah tak
terjadi apapun.
Tahukah kau, sahabatku…
Tak lama, muncul bintang jatuh
aku takjub dengan keindahannya
bintang jatuh itu melesat cepat, namun tak
beberapa lama menghilang
Aku pun hampir tersesat di antara bintang-bintang,
hanya sekedar untuk menemukan bintang jatuh itu
gemintang yang melesakkan getaran hebat saat aku
menyaksikannya melesat
getaran asing yang mengamplifikasi total
sistemnya
Pusaran indah tak bernama...
Tahukah kau, sahabatku…
Kamu bukan tisu sekali pakai
Aku tidak mungkin membuang apa-apa
Otakku merekam kamu, kita, dan hari-hari yang
terlewati bersama
Tapi hati bukan untuk menyimpan itu semua
Ia menyalurkan segalanya
Mengikhlaskannya
Inilah gurat harapku, sahabat…
Saat dimana waktu kita kembali beririsan,
koordinat kita merapat,
dan kita mengalami kejutan itu.
Saat ujung jemariku mengantar pesan yang menyebar
ke seluruh sel kulitmu,
dan kamu memahamiku seketika.
Saat napasmu merambatkan api yang menjalar ke
paru-paruku,
dan aku terbakar karenanya.
Saat darahku mendesirkan gelombang yang tertangkap
oleh darahmu,
dan kita berpadu dalam badai yang sama.
Biarkan saja mereka lebur dalam bara yang
satu,
demi menemukan kesejatiannya.