“Ma, gimana kamu sama Angga ?”
Tanya Anna di sela – sela waktu pelajaran di sekolah.
“Gimana apanya, An ? Seperti
biasanya saja.”
“Ma, kamu itu sebenarnya suka atau
tidak sih sama Angga ?”
“Kenapa kamu tanya seperti ini, aku
tidak tahu. Aku bingung menjawabnya, An.”
“Alma kamu tidak boleh seperti ini,
kalau kamu seperti ini kesannya seperti kamu menggantungkan Angga, Ma. Kamu
harus memberi kepastian untuk Angga. Kamu sendiri tahu kan, sudah lebih dari 1
tahun Angga menunggumu. Sedangkan kamu selalu mengambang dengan ketidakpastian
kamu. Jangan seperti ini Alma.”
“Aku tidak mau menggantungkannya.
Tapi aku benar – benar belum bisa memahami perasaanku sendiri Anna. Tidak
pernah ada niatku untuk membuatnya menunggu terlalu lama.”
Malam ini handphone Alma berdering,
ada 1 pesan masuk. Tidak biasanya jam
segini ada yang mengirim pesan, batin Alma. Segera ia menyambar handphone
yang berada di meja samping ranjangnya itu, ia terpaku saat menatap nama yang
tertera pada layar handphonenya. Rei.
Benarkah
ini nomor Almaura Dharmawangsa ?
Iya,aku
Almaura Dharmawangsa. Ini Rei ?
Iya,
Ma. Ini aku Rei.
Oh
ada apa Rei ? Kenapa sms malam – malam seperti ini?
Maaf
ya kalau aku mengganggu kamu. Tidak ada apa – apa kok. Aku hanya ingin
memastikan, nomormu sempat hilang kontakku.
Sejak malam itu, Alma menjadi lebih
sering berkomunikasi dengan Rei. Ia tidak menyangka Rei akan menghubunginya
setelah sekian lama mereka tidak pernah berkomunikasi. Tentu hal ini membuat
perasaan Alma senang. Sekarang semuanya Rei, Rei juga mau mendengar cerita
Alma. Tapi Alma tidak pernah menceritakan tentang Angga pada Rei. Karena bagi
Alma, Rei berbeda. Rei orang yang dikagumi Alma sejak dulu, Rei memiliki
karisma yang membuat Alma terpikat. Mungkin Alma telah jatuh hati pada Rei,
tapi Alma tidak pernah mau merasa jika Rei juga menyukainya. Karena Alma tahu,
di mata Rei ia hanya temannya. Semenjak kehadiran Rei kembali, entah mengapa
Alma menjadi lebih senang. Bahkan ia lebih sering menulis status di jejaring
sosialnya dengan hal – hal yang berhubungan dengan cinta. Seolah – olah memang
ini yang sedang dialami Alma.
Siang itu saat istirahat sekolah,
Alma duduk sendirian di bangku dekat kelasnya lalu seseorang menghampirinya.
“Hai, Ma. Aku boleh duduk di sini
ya ?”
“Hai. Iya boleh kok.” Jawab Alma
serta mempersilahkan Ricky duduk di sebelahnya. Ricky teman sekelas Angga
sekarang, bisa dibilang sekarang dialah orang yang paling dekat denga Angga.
“Kamu lagi jatuh cinta ya ?”
“Haaa? Kok kamu tanya seperti itu?”
“Keliatannya aja seperti itu. Terus
Angga gimana ? Kamu tidak menghargai rasa sayangnya yang benar – benar tulus ke
kamu ? Lalu kamu anggap apa dia ?”
“Kamu kenapa berkata seperti itu
sih ? Aku menghargainya kok.”
“Kalau
menghargainya, kenapa kamu tidak pernah memberi kepastian ? Kenapa kamu selalu
membiarkan Angga menunggumu begitu lama ? Kalau memang kamu menghargainya,
buatlah kepastian. Angga selalu membiarkanmu tahu mengenai perasaannya tapi
kamu tidak pernah membiarkan Angga mengetahui perasaanmu walau hanya sedikit.
Jangan membiarkannya terlalu lama menunggu hanya untuk sebuah ketidakpastian. “
kata Ricky yang segera beranjak pergi.
Kata – kata itu tadi
benar – benar menyentuh Alma tepat pada titik rapuh hatinya. Ia menyadarinya
sekarang, sikapnya yang seperti ini telah menyakiti banyak orang. Sikapnya yang
seolah tidak memikirkan perasaan orang lain membuatnya kehilangan orang – orang
yang ia sayangi. Ya Tuhan, bodohnya aku,
batin Alma.
“Alma. Kenapa sih daritadi celingak
– celinguk gak jelas seperti itu?”
“Gak ada apa – apa kok, An.”
“Yang bener ? Di sana kelas Angga
kan, mencari Angga ya ?” tanya Anna
dengan senyum jail kepada sahabatnya itu.
“Apa sih kamu, An.”
“Udah mengaku saja. Kamu suka sama
Angga ?” Alma hanya menatap sahabatnya
saja.
“Kalau suka katakan saja. Jangan
seperti ini, kamu tidak pernah memberi jawaban yang jelas setiap kali ditanya.
Dia sudah cukup lama menunggumu. Beri dia kepastian.”
Kata – kata kedua temannya tadi
membuat Alma berpikir, apakah memang begitu jahatnya dia kepada Angga. Rei
selalu datang tepat waktu, dia datang saat Alma sedang bingung seperti ini.
Karena Alma sudah tidak tahu harus bagaimana, akhirnya ia menceritakan kepada
Rei.
“Lalu aku harus bagaimana, Rei ?”
“Ini masalah hati, Ma. Ikuti saja
apa kata hatimu, hati tidak bisa dipaksakan. Yakinkan dulu perasaanmu. Aturlah
hatimu, lalu katakan apa yang sebenarnya.” Jawab Rei. Ini yang dari dulu Alma
suka dari Rei, dia begitu bijaksana dengan nasihat – nasihat sederhananya.
*****
Hari ini Alma merasa begitu sebal,
ia harus pulang jam 4 sore karena ada rapat bahkan tidak ada yang bisa
menjemputnya. Terpaksa ia harus naik angkutan umum sendiri. Walau masih jam 4
sore, tapi awan hitam sudah menyelimuti sore ini. Alma terus berdoa dalam hati
supaya angkutan yang ia tunggu segera tiba, karena sebentar lagi rasanya hujan
akan turun. Tidak butuh waktu lama, tetes demi tetes air sudah menghujani
tubuhnya. Alma berlari ke pinggir pagar
sekolahnya, walau ia tetap kehujanan di sana tapi tidak separah jika ia
menunggu di pinggir jalan. Lalu sebuah motor berhenti di dekatnya.
“Alma. Kok belum pulang?”
“Iya, belum ada angkutan yang
lewat.”
“Kalau begitu aku antar saja. Ayo.”
Angga segera melepas jaket yang ia kenakan dan menyerahkannya kepada
Alma. Melihat Alma hanya diam saja, Angga menarik tangan Alma untuk segera naik
ke motornya. Alma yang sudah tersadar segera mengenakan jaket dan naik ke motor
Angga.
Malam ini Alma tidak bisa tidur
mengingat kejadian tadi sore, ia merasa kejadian tadi sore terasa sangat
singkat, entah mengapa, tapi harus diakui Alma ia merasa nyaman saat berada di
belakang Angga tadi. Ya Tuhan, aku kenapa
sih ? kenapa rasanya seperti ini ? batin Alma. Tak begitu lama handphone
Alma bergetar, ada 1 sms masuk. Dan itu dari Angga. Segera Alma membalas sms
dari Angga itu, malam ini pun Alma habiskan dengan sms bersama Angga. Alma
menjadi lebih dekat dengan Angga sekarang.
“Lagi senang sepertinya, ada apa ?”
tanya Arya pada Alma
“Oh tidak kok. Tidak ada apa –
apa.”
“Tidak mau cerita lagi sekarang ?”
“Bukan begitu Arya. Tapi . . . .”
Jawab Alma bingung.
“Kalau begitu cerita dong. Tentang
Angga ya ? cerita saja. Jangan khawatir, aku tidak apa – apa sungguh. Lagipula
kalau aku tidak bisa mendapatkanmu, aku masih bisa mendapatkan yang lain.
Perempuan bukan cuma kamu Alma” kata Arya dengan tawa lembut. Mendengar
tawanya, membuat Alma menjadi senang.
“Jujur aku bingung dengan apa yang
aku rasakan. Aku nyaman saat bersamanya, ada rasa tenang di sana. Aku khawatir
jika tidak melihatnya di sekolah. Kira – kira kenapa ya ? Apa ini cinta ? apa
seperti ini ?” jawab Alma dengan wajah polosnya.
“Sahabatku sedang jatuh cinta
ternyata. Hahahaha . Kurang lebih memang seperti itu. Lalu bagaimana dengan Rei
?”
“Rei ? Aku sadar, aku hanya
mengagumi. Bukan menyayanginya, hanya rasa kagum dengan segala sifatnya.”
“Artinya kamu menyukai Angga
?” Pertanyaan itu hanya dijawab dengan
senyum kecil oleh Alma, tidak jelas apa maksudnya. Tapi Arya menafsirkannya
sebagai kata ‘ya’.
Keesokan harinya, Alma menuju kelas
Angga dengan membawa sebuah jaket. Jaket Angga. Ia ingin mengembalikannya.
Kelas Angga cukup sepi kali ini, ia melihat Angga berada di bangkunya
sepertinya sedang menulis sesuatu. Alma menuju tepat di belakang Angga, benar
saja, Angga memang menulis sesuatu. Alma sebisa mungkin membaca apa yang sedang
ditulis Angga.
Entah
sejak kapan. Tawa dan tangis ini terperangkap dalam sebuah fragmen kehidupan.
Memaksanya merasakan bahagia dan getir secara bersamaan. Dengan begitu,
pikirnya akan tercipta keseimbangan. Tanpa harus saling menunggu untuk singgah
sejenak dan berlalu begitu saja. Hidup ini memang tidak pasti, termasuk dirinya.
Karena hal yang selalu ada di dunia ini
adalah KETIDAKPASTIAN. Batin Alma yang membaca tulisan Angga.
“Tapi ketidakpastian itu pasti
memiliki kepastian, Angga.” Kata Alma lalu duduk di samping Angga. Angga begitu
terkejut mendapati Alma sudah berada di sampingnya, ia segera menutup bukunya.
“Ini, aku mau mengembalikan
jaketmu. Terima kasih ya.” Kata Alma tersenyum, lalu segera bangkit akan
beranjak pergi. Tapi segera Angga memegang tangan Alma, menahannya pergi.
“Aku ingin bicara padamu.”
“Katakan saja.”
“Sebenarnya bagaimana perasaanmu ?
Kamu tahu semua perasaanku, tapi aku sama sekali tidak tahu bagaimana denganmu
?”
“Yang aku tahu, ada rasa aneh
setiap kali aku bersamamu. Aku selalu merasa nyaman saat bersamamu, aku selalu
merasa tenang saat berada di sisimu. Aku
ingin kamu selalu ada untukku. Rasa ini belum pernah kujumpai sebelumnya, rasa
sayang lebih dari sekedar sahabat. Maaf jika selama ini aku menyakitimu,
membuatmu menunggu lama tanpa penjelasan. Semoga kamu tidak lelah dengan
menungguku selama ini.”
“Jadi ?”
“Kita berdua saling menyayangi,
jika memang seperti ini, kita jalani saja.” Jawab Alma tersenyum. Alma tidak
menyangka, ia bisa mengungkapkan semuanya begitu lancar. Rasanya jantungnya
tadi berdetak sangat cepat. Senyum merekah di wajah Angga, menatap gadis yang
ia cintai berada di depannya sekarang. Ia bersyukur, pengorbanannya selama ini
tidak sia – sia. Menunggu gadis yang hatinya sangat sulit diluluhkan ini, tapi
kini ia akan berada di sisinya. Seperti yang Alma katakan, ketidakpastian itu
pasti memiliki kepastian. Dan inilah kepastian yang selama ini Angga nantikan J .