Selasa, 13 Agustus 2013

rasa dan pilihan


Definisi sayang memang relatif, relatif bagi mereka yang menjalaninya. Entah benar atau salah, baik atau buruk, cantik atau tidak, tampan atau biasa, tulus atau terpaksa, semua orang memiliki definisinya masing masing menurut cara pandang mereka sendiri. Tapi ketika muncul 2 orang yang berucap dan menjajikan sayang kepada  orang yang sama, apa yang baiknya dilakukan ? Seseorang berfikir tidak ingin menjadi munafik, dengan menyakiti salah satu dan bahagia dengan yang lain. Maka lebih memilih menerima kedua sayang itu tanpa memberi kepastian untuk membalasnya, mengambang tanpa ketentuan, tanpa batas, entah sampai kapan.
Mungkin ia tidak pernah tahu apa yang dirasakan kedua orang pemberi sayang itu melewati hari harinya tanpa kejelasan, hanya terus membiarkannya mengambang, mengalir tanpa pernah tahu dimana akan bermuara. Mengatasnamakan yang terbaik dalam hal ini. Mungkinkah itu salah ? Hidup memang penuh dengan pilihan, selalu muncul pilihan  pilihan yang lain saat kamu mempunyai pilihan. Selalu muncul pilihan lain yang menggoyahkan keteguhanmu. Tapi apa jadinya nanti, jika kamu menjadi pilihan kedua atau berikutnya pada orang yang menjadi pilihan pertamamu ?
“Aku tidak ingin menyakiti siapapun. Aku tidak ingin ada yang tersakiti karenaku.” Itulah seonggok kalimat munafik yang akan terus terdengar dari orang yang dihadapkan oleh 2 hati, 2 sayang, 2 ketulusan. Walaupun ia tidak tahu betul mana yang benar tulus. Bukankah bahagia dan sakit adalah satu paket dalam hidup ini. Bukankah itu hukum alam yang berlaku pada setiap orang. Itu juga artinya sama saat berani memberi hati pada seseorang, maka juga harus berani untuk ditolak. Pahit memang. Memang harus ada yang tersakiti.
Masih tetap bersikukuh tidak ingin menyakiti dua – duanya ? Tidak akan bisa, tetap harus ada yang tersakiti. Mungkinkah ada yang pernah memikirkan kemungkinan kemungkinan lain , akibat – akibat yang timbul dari “mengambangkan” rasa seseorang. Jika yang satu mulai lelah, setelah sekian lama tak kunjung ada hasil, perlahan – lahan menjauh dan menyerah. Bukankah ada kemungkinan yang lain juga akan lelah dan mungkin . . . . . juga menyerah.
Ketika 2 rasa itu semua menyerah, siapa yang akan sakit ? jika ternyata salah satunya memamg benar – benar tulus tapi terlalu lelah dalam ketidakjelasan hanya karena pergolakan batin seseorang yang mengatasnamakan “yang terbaik” atau “tak ingin ada yang tersakiti”.

Sabtu, 20 April 2013

Terima Kasih


Kertas – kertas masih bertebaran di ranjang Alma, ia masih sibuk dengan kegiatan mendesainnya itu. Desain memang hal yang disukai Alma selain fotografi, ia bahkan lebih suka menggambar sketsa – sketsa dress pada saat pelajaran berlangsung. Ia tidak pernah menunjukkan bakatnya ini pada siapapun, hanya untuk dirinya sendiri. Hingga suatu hari teman – teman Alma iseng membuka sketchbook miliknya, sejak saat itulah teman – teman Alma tahu dan mulai menyibukkan Alma dengan segala pesanan mereka untuk dibuatkan sketsa dress. Belum lagi sepupu Alma yang juga sering meminta dibuatkan desain baju, tapi Alma senang menjalaninya.
Alma melirik jam yang berada di dinding sekilas. Udah lama juga ternyata bikin desainnya, batin Alma. Sayup – sayup ia mendengar rintikan air berbenturan dengan tanah. Hujan, pikirnya. Alma beranjak dari tempat tidurnya menuju jendela, ia membuka knop jendela dan seketika angin berhembus memainkan rambutnya, aroma tanah menyeruak masuk memenuhi ruangannya. Alma menyukai ini semua. Hujan memang sering memberi inspirasi untuk membuat sebuah desain, tapi hujan kali ini membawa sendu yang menyertainya. Pandangan Alma beralih menuju kertas yang masih berserakan di ruangannya, raut sedih seketika muncul di wajahnya..
Iseng – iseng ia membuka  facebooknya dan menuliskan sesuatu. Raining outside, hot chocolate may helps. Seketika  muncul tampilan chat di layar laptopnya.
Rei Rahardian    : yang penting jangan’ raining inside’. Masih betah mengurung dirinya ?
Almaura                : iya nih :’)
Rei Rahardian is now offline
Kekecewaan seketika muncul di wajah Alma. Rei Rahardian. Di sekolah, siapa yang tidak tahu dengan Rei. Ketua OSIS, kapten lapangan hijau, tampan dengan tubuh yang proporsional. Karisma selalu muncul dari dirinya walau hanya terdiam. Semua itu benar – benar menarik seluruh perhatian Alma  bagaikan seluruh pusat terletak pada Rei. Alma mengaguminya, bahkan lebih dari mengagumi, ia menyukainya. Alma tidak bisa mengendalikan perasaannya jika berada di samping Rei.
Lagu milik paramore mengalun lembut dari handphone Alma. Dengan malas ia menyambar handphone miliknya dan menekan tombol hijau pada ponselnya.
“Kamu gak datang ke roof garden ? Lebih baik datanglah ke sini.”
Hanya sebuah kalimat itu yang diucapkan dari seseorang di seberang sana, walau hanya sebuah kalimat  hal itu membuat Alma tertegun. Seseorang itu Rei. Dengan cepat ia mencari kunci kamarnya dan segera menuju roof garden. Di asrama ini, roof garden memang sering digunakan untuk merayakan sebuah acara. Malam ini, roof garden digunakan untuk pesta ulang tahun Manda, salah satu penghuni asrama ini.
Ia langsung menyalami Manda yang daritadi menantinya.
“Akhirnya keluar juga dari kamar, aku kira kamu tidak akan datang. Hampir saja aku ingin menyudahi pesta ini jika kamu tidak datang.” Sahut Manda.
“Maafkan aku membuatmu menunggu, hahaha kamu bisa saja.”
“Tadi aku melihat Rei di sekitar sini, tapi dimana ya dia sekarang ?”
Alma berjalan menuju tempat duduk kecil di ujung roof garden, di sana sedikit tenang. Seseorang menghampirinya lalu menggandeng tangan  Alma, membawanya menjauh dari tempat pesta.
“Kenapa ke sini ? Di sini hujan.” Kata Alma seraya memandang orang itu.
“Gagal ujian untuk pertama kalinya, bukan alasan tepat  untuk menjadi penyendiri. Di luar ada banyak orang yang akan membantumu, menyingkirkan kegelisahanmu, menyirnakan kegundahanmu.”
“Mama akan marah padaku, tapi berada di sini, ini semua keinginan mama bukan aku.” Jawab Alma dengan suara sendu.
“Apa salah mamamu jika ia ingin kamu masuk Manajemen ? Kamu sendiri memakai kakimu untuk melangkah ke sini, ini juga pilihanmu. Jangan terus menyalahkan keadaan atau mamamu.” Jawab Rei dengan menatap lurus ke depan, tanpa memandang Alma.
Perlahan Alma mulai menyerapi kata – kata Rei, ia benar. Walau ia ingin masuk sekolah design, tapi masuk ke sini juga pilihannya sendiri. Rintik hujan mulai membasahi rambut dan wajahnya seirama dengan jatuhnya air dari pelupuk mata. Tak ada pembicaraan yang terdengar di antara mereka, hanya sesengguk kecil sesekali terdengar dari mulut Alma. Setelah beberapa saat mereka kembali ke tempat pesta, Rei memberikan sebuah jaket untuk Alma lalu menghilang di tengah kerumunan.
Alma berdiri sendiri menatap langit ketika seseorang menghampirinya, menyerahkan secangkir coklat panas untuknya dan berdiri di sampingnya, juga menikmati langit dan angin malam.
“Rei……..” Rei menoleh menatap Alma.
“Terima kasih. Terima kasih untuk hujan – hujannya. Terima kasih untuk waktumu. Dan terima kasih untuk secangkir coklat ini.” Rei hanya memberikan seulas senyum menanggapi perkataan Alma.
Benarkah lelaki di sampingku ini kamu? Benarkah yang membuatku merasa begitu lega ini kamu ? Apa maksud dari semua ini? batin Alma bertanya – tanya. Tapi biarlah, ia tidak tahu apa maksud tindakan Rei, biarlah. Walau esok Rei akan kembali bersikap seperti biasa, biarlah. Biarlah, rasa ini selalu kusimpan untukmu. Dan terima kasih untuk waktu yang singkat ini.


Kamis, 17 Januari 2013

KETIDAKPASTIAN MEMILIKI KEPASTIAN #2


“Ma, gimana kamu sama Angga ?” Tanya Anna di sela – sela waktu pelajaran di sekolah.
“Gimana apanya, An ? Seperti biasanya saja.”
“Ma, kamu itu sebenarnya suka atau tidak sih sama Angga ?”
“Kenapa kamu tanya seperti ini, aku tidak tahu. Aku bingung menjawabnya, An.”
“Alma kamu tidak boleh seperti ini, kalau kamu seperti ini kesannya seperti kamu menggantungkan Angga, Ma. Kamu harus memberi kepastian untuk Angga. Kamu sendiri tahu kan, sudah lebih dari 1 tahun Angga menunggumu. Sedangkan kamu selalu mengambang dengan ketidakpastian kamu. Jangan seperti ini Alma.”
“Aku tidak mau menggantungkannya. Tapi aku benar – benar belum bisa memahami perasaanku sendiri Anna. Tidak pernah ada niatku untuk membuatnya menunggu terlalu lama.”
Malam ini handphone Alma berdering, ada 1 pesan masuk. Tidak biasanya jam segini ada yang mengirim pesan, batin Alma. Segera ia menyambar handphone yang berada di meja samping ranjangnya itu, ia terpaku saat menatap nama yang tertera pada layar handphonenya. Rei.
Benarkah ini nomor Almaura Dharmawangsa ?
Iya,aku Almaura Dharmawangsa. Ini Rei ?
Iya, Ma. Ini aku Rei.
Oh ada apa Rei ? Kenapa sms malam – malam seperti ini?
Maaf ya kalau aku mengganggu kamu. Tidak ada apa – apa kok. Aku hanya ingin memastikan, nomormu sempat hilang kontakku.
Sejak malam itu, Alma menjadi lebih sering berkomunikasi dengan Rei. Ia tidak menyangka Rei akan menghubunginya setelah sekian lama mereka tidak pernah berkomunikasi. Tentu hal ini membuat perasaan Alma senang. Sekarang semuanya Rei, Rei juga mau mendengar cerita Alma. Tapi Alma tidak pernah menceritakan tentang Angga pada Rei. Karena bagi Alma, Rei berbeda. Rei orang yang dikagumi Alma sejak dulu, Rei memiliki karisma yang membuat Alma terpikat. Mungkin Alma telah jatuh hati pada Rei, tapi Alma tidak pernah mau merasa jika Rei juga menyukainya. Karena Alma tahu, di mata Rei ia hanya temannya. Semenjak kehadiran Rei kembali, entah mengapa Alma menjadi lebih senang. Bahkan ia lebih sering menulis status di jejaring sosialnya dengan hal – hal yang berhubungan dengan cinta. Seolah – olah memang ini yang sedang dialami Alma.
Siang itu saat istirahat sekolah, Alma duduk sendirian di bangku dekat kelasnya lalu seseorang menghampirinya.
“Hai, Ma. Aku boleh duduk di sini ya ?”
“Hai. Iya boleh kok.” Jawab Alma serta mempersilahkan Ricky duduk di sebelahnya. Ricky teman sekelas Angga sekarang, bisa dibilang sekarang dialah orang yang paling dekat denga Angga.
“Kamu lagi jatuh cinta ya ?”
“Haaa? Kok kamu tanya seperti itu?”
“Keliatannya aja seperti itu. Terus Angga gimana ? Kamu tidak menghargai rasa sayangnya yang benar – benar tulus ke kamu ? Lalu kamu anggap apa dia ?”
“Kamu kenapa berkata seperti itu sih ? Aku menghargainya kok.”
“Kalau menghargainya, kenapa kamu tidak pernah memberi kepastian ? Kenapa kamu selalu membiarkan Angga menunggumu begitu lama ? Kalau memang kamu menghargainya, buatlah kepastian. Angga selalu membiarkanmu tahu mengenai perasaannya tapi kamu tidak pernah membiarkan Angga mengetahui perasaanmu walau hanya sedikit. Jangan membiarkannya terlalu lama menunggu hanya untuk sebuah ketidakpastian. “ kata Ricky yang segera beranjak pergi.
Kata – kata itu tadi benar – benar menyentuh Alma tepat pada titik rapuh hatinya. Ia menyadarinya sekarang, sikapnya yang seperti ini telah menyakiti banyak orang. Sikapnya yang seolah tidak memikirkan perasaan orang lain membuatnya kehilangan orang – orang yang ia sayangi. Ya Tuhan, bodohnya aku, batin Alma.
“Alma. Kenapa sih daritadi celingak – celinguk gak jelas seperti itu?”
“Gak ada apa – apa kok, An.”
“Yang bener ? Di sana kelas Angga kan, mencari Angga ya ?”  tanya Anna dengan senyum jail kepada sahabatnya itu.
“Apa sih kamu, An.”
“Udah mengaku saja. Kamu suka sama Angga ?”  Alma hanya menatap sahabatnya saja.
“Kalau suka katakan saja. Jangan seperti ini, kamu tidak pernah memberi jawaban yang jelas setiap kali ditanya. Dia sudah cukup lama menunggumu. Beri dia kepastian.”
Kata – kata kedua temannya tadi membuat Alma berpikir, apakah memang begitu jahatnya dia kepada Angga. Rei selalu datang tepat waktu, dia datang saat Alma sedang bingung seperti ini. Karena Alma sudah tidak tahu harus bagaimana, akhirnya ia menceritakan kepada Rei.
“Lalu aku harus bagaimana, Rei ?”
“Ini masalah hati, Ma. Ikuti saja apa kata hatimu, hati tidak bisa dipaksakan. Yakinkan dulu perasaanmu. Aturlah hatimu, lalu katakan apa yang sebenarnya.” Jawab Rei. Ini yang dari dulu Alma suka dari Rei, dia begitu bijaksana dengan nasihat – nasihat sederhananya.
*****
Hari ini Alma merasa begitu sebal, ia harus pulang jam 4 sore karena ada rapat bahkan tidak ada yang bisa menjemputnya. Terpaksa ia harus naik angkutan umum sendiri. Walau masih jam 4 sore, tapi awan hitam sudah menyelimuti sore ini. Alma terus berdoa dalam hati supaya angkutan yang ia tunggu segera tiba, karena sebentar lagi rasanya hujan akan turun. Tidak butuh waktu lama, tetes demi tetes air sudah menghujani tubuhnya. Alma berlari  ke pinggir pagar sekolahnya, walau ia tetap kehujanan di sana tapi tidak separah jika ia menunggu di pinggir jalan. Lalu sebuah motor berhenti di dekatnya.
“Alma. Kok belum pulang?”
“Iya, belum ada angkutan yang lewat.”
“Kalau begitu aku antar saja.  Ayo.”  Angga segera melepas jaket yang ia kenakan dan menyerahkannya kepada Alma. Melihat Alma hanya diam saja, Angga menarik tangan Alma untuk segera naik ke motornya. Alma yang sudah tersadar segera mengenakan jaket dan naik ke motor Angga.
Malam ini Alma tidak bisa tidur mengingat kejadian tadi sore, ia merasa kejadian tadi sore terasa sangat singkat, entah mengapa, tapi harus diakui Alma ia merasa nyaman saat berada di belakang Angga tadi. Ya Tuhan, aku kenapa sih ? kenapa rasanya seperti ini ? batin Alma. Tak begitu lama handphone Alma bergetar, ada 1 sms masuk. Dan itu dari Angga. Segera Alma membalas sms dari Angga itu, malam ini pun Alma habiskan dengan sms bersama Angga. Alma menjadi lebih dekat dengan Angga sekarang.
“Lagi senang sepertinya, ada apa ?” tanya Arya pada Alma
“Oh tidak kok. Tidak ada apa – apa.”
“Tidak mau cerita lagi sekarang ?”
“Bukan begitu Arya. Tapi . . . .” Jawab  Alma bingung.
“Kalau begitu cerita dong. Tentang Angga ya ? cerita saja. Jangan khawatir, aku tidak apa – apa sungguh. Lagipula kalau aku tidak bisa mendapatkanmu, aku masih bisa mendapatkan yang lain. Perempuan bukan cuma kamu Alma” kata Arya dengan tawa lembut. Mendengar tawanya, membuat Alma menjadi senang.
“Jujur aku bingung dengan apa yang aku rasakan. Aku nyaman saat bersamanya, ada rasa tenang di sana. Aku khawatir jika tidak melihatnya di sekolah. Kira – kira kenapa ya ? Apa ini cinta ? apa seperti ini ?” jawab Alma dengan wajah polosnya.
“Sahabatku sedang jatuh cinta ternyata. Hahahaha . Kurang lebih memang seperti itu. Lalu bagaimana dengan Rei ?”
“Rei ? Aku sadar, aku hanya mengagumi. Bukan menyayanginya, hanya rasa kagum dengan segala sifatnya.”
“Artinya kamu menyukai Angga ?”  Pertanyaan itu hanya dijawab dengan senyum kecil oleh Alma, tidak jelas apa maksudnya. Tapi Arya menafsirkannya sebagai kata ‘ya’.
Keesokan harinya, Alma menuju kelas Angga dengan membawa sebuah jaket. Jaket Angga. Ia ingin mengembalikannya. Kelas Angga cukup sepi kali ini, ia melihat Angga berada di bangkunya sepertinya sedang menulis sesuatu. Alma menuju tepat di belakang Angga, benar saja, Angga memang menulis sesuatu. Alma sebisa mungkin membaca apa yang sedang ditulis Angga.
Entah sejak kapan. Tawa dan tangis ini terperangkap dalam sebuah fragmen kehidupan. Memaksanya merasakan bahagia dan getir secara bersamaan. Dengan begitu, pikirnya akan tercipta keseimbangan. Tanpa harus saling menunggu untuk singgah sejenak dan berlalu begitu saja. Hidup ini memang tidak pasti, termasuk dirinya. Karena  hal yang selalu ada di dunia ini adalah KETIDAKPASTIAN. Batin Alma yang membaca tulisan Angga.
“Tapi ketidakpastian itu pasti memiliki kepastian, Angga.” Kata Alma lalu duduk di samping Angga. Angga begitu terkejut mendapati Alma sudah berada di sampingnya, ia segera menutup bukunya.
“Ini, aku mau mengembalikan jaketmu. Terima kasih ya.” Kata Alma tersenyum, lalu segera bangkit akan beranjak pergi. Tapi segera Angga memegang tangan Alma, menahannya pergi.
“Aku ingin bicara padamu.”
“Katakan saja.”
“Sebenarnya bagaimana perasaanmu ? Kamu tahu semua perasaanku, tapi aku sama sekali tidak tahu bagaimana denganmu ?”
“Yang aku tahu, ada rasa aneh setiap kali aku bersamamu. Aku selalu merasa nyaman saat bersamamu, aku selalu merasa tenang saat berada di sisimu.  Aku ingin kamu selalu ada untukku. Rasa ini belum pernah kujumpai sebelumnya, rasa sayang lebih dari sekedar sahabat. Maaf jika selama ini aku menyakitimu, membuatmu menunggu lama tanpa penjelasan. Semoga kamu tidak lelah dengan menungguku selama ini.”
“Jadi ?”
“Kita berdua saling menyayangi, jika memang seperti ini, kita jalani saja.” Jawab Alma tersenyum. Alma tidak menyangka, ia bisa mengungkapkan semuanya begitu lancar. Rasanya jantungnya tadi berdetak sangat cepat. Senyum merekah di wajah Angga, menatap gadis yang ia cintai berada di depannya sekarang. Ia bersyukur, pengorbanannya selama ini tidak sia – sia. Menunggu gadis yang hatinya sangat sulit diluluhkan ini, tapi kini ia akan berada di sisinya. Seperti yang Alma katakan, ketidakpastian itu pasti memiliki kepastian. Dan inilah kepastian yang selama ini Angga nantikan J .