Definisi sayang memang relatif,
relatif bagi mereka yang menjalaninya. Entah benar atau salah, baik atau buruk,
cantik atau tidak, tampan atau biasa, tulus atau terpaksa, semua orang memiliki
definisinya masing masing menurut cara pandang mereka sendiri. Tapi ketika
muncul 2 orang yang berucap dan menjajikan sayang kepada orang yang sama, apa yang baiknya dilakukan ?
Seseorang berfikir tidak ingin menjadi munafik, dengan menyakiti salah satu dan
bahagia dengan yang lain. Maka lebih memilih menerima kedua sayang itu tanpa
memberi kepastian untuk membalasnya, mengambang tanpa ketentuan, tanpa batas,
entah sampai kapan.
Mungkin ia tidak pernah tahu apa
yang dirasakan kedua orang pemberi sayang itu melewati hari harinya tanpa
kejelasan, hanya terus membiarkannya mengambang, mengalir tanpa pernah tahu
dimana akan bermuara. Mengatasnamakan yang terbaik dalam hal ini. Mungkinkah itu
salah ? Hidup memang penuh dengan pilihan, selalu muncul pilihan pilihan yang lain saat kamu mempunyai
pilihan. Selalu muncul pilihan lain yang menggoyahkan keteguhanmu. Tapi apa
jadinya nanti, jika kamu menjadi pilihan kedua atau berikutnya pada orang yang
menjadi pilihan pertamamu ?
“Aku tidak ingin menyakiti
siapapun. Aku tidak ingin ada yang tersakiti karenaku.” Itulah seonggok kalimat
munafik yang akan terus terdengar dari orang yang dihadapkan oleh 2 hati, 2
sayang, 2 ketulusan. Walaupun ia tidak tahu betul mana yang benar tulus. Bukankah
bahagia dan sakit adalah satu paket dalam hidup ini. Bukankah itu hukum alam
yang berlaku pada setiap orang. Itu juga artinya sama saat berani memberi hati
pada seseorang, maka juga harus berani untuk ditolak. Pahit memang. Memang harus
ada yang tersakiti.
Masih tetap bersikukuh tidak ingin
menyakiti dua – duanya ? Tidak akan bisa, tetap harus ada yang tersakiti. Mungkinkah
ada yang pernah memikirkan kemungkinan kemungkinan lain , akibat – akibat yang
timbul dari “mengambangkan” rasa seseorang. Jika yang satu mulai lelah, setelah
sekian lama tak kunjung ada hasil, perlahan – lahan menjauh dan menyerah. Bukankah
ada kemungkinan yang lain juga akan lelah dan mungkin . . . . . juga menyerah.
Ketika 2 rasa itu semua menyerah,
siapa yang akan sakit ? jika ternyata salah satunya memamg benar – benar tulus
tapi terlalu lelah dalam ketidakjelasan hanya karena pergolakan batin seseorang
yang mengatasnamakan “yang terbaik” atau “tak ingin ada yang tersakiti”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar