Kamis, 17 Januari 2013

KETIDAKPASTIAN MEMILIKI KEPASTIAN #2


“Ma, gimana kamu sama Angga ?” Tanya Anna di sela – sela waktu pelajaran di sekolah.
“Gimana apanya, An ? Seperti biasanya saja.”
“Ma, kamu itu sebenarnya suka atau tidak sih sama Angga ?”
“Kenapa kamu tanya seperti ini, aku tidak tahu. Aku bingung menjawabnya, An.”
“Alma kamu tidak boleh seperti ini, kalau kamu seperti ini kesannya seperti kamu menggantungkan Angga, Ma. Kamu harus memberi kepastian untuk Angga. Kamu sendiri tahu kan, sudah lebih dari 1 tahun Angga menunggumu. Sedangkan kamu selalu mengambang dengan ketidakpastian kamu. Jangan seperti ini Alma.”
“Aku tidak mau menggantungkannya. Tapi aku benar – benar belum bisa memahami perasaanku sendiri Anna. Tidak pernah ada niatku untuk membuatnya menunggu terlalu lama.”
Malam ini handphone Alma berdering, ada 1 pesan masuk. Tidak biasanya jam segini ada yang mengirim pesan, batin Alma. Segera ia menyambar handphone yang berada di meja samping ranjangnya itu, ia terpaku saat menatap nama yang tertera pada layar handphonenya. Rei.
Benarkah ini nomor Almaura Dharmawangsa ?
Iya,aku Almaura Dharmawangsa. Ini Rei ?
Iya, Ma. Ini aku Rei.
Oh ada apa Rei ? Kenapa sms malam – malam seperti ini?
Maaf ya kalau aku mengganggu kamu. Tidak ada apa – apa kok. Aku hanya ingin memastikan, nomormu sempat hilang kontakku.
Sejak malam itu, Alma menjadi lebih sering berkomunikasi dengan Rei. Ia tidak menyangka Rei akan menghubunginya setelah sekian lama mereka tidak pernah berkomunikasi. Tentu hal ini membuat perasaan Alma senang. Sekarang semuanya Rei, Rei juga mau mendengar cerita Alma. Tapi Alma tidak pernah menceritakan tentang Angga pada Rei. Karena bagi Alma, Rei berbeda. Rei orang yang dikagumi Alma sejak dulu, Rei memiliki karisma yang membuat Alma terpikat. Mungkin Alma telah jatuh hati pada Rei, tapi Alma tidak pernah mau merasa jika Rei juga menyukainya. Karena Alma tahu, di mata Rei ia hanya temannya. Semenjak kehadiran Rei kembali, entah mengapa Alma menjadi lebih senang. Bahkan ia lebih sering menulis status di jejaring sosialnya dengan hal – hal yang berhubungan dengan cinta. Seolah – olah memang ini yang sedang dialami Alma.
Siang itu saat istirahat sekolah, Alma duduk sendirian di bangku dekat kelasnya lalu seseorang menghampirinya.
“Hai, Ma. Aku boleh duduk di sini ya ?”
“Hai. Iya boleh kok.” Jawab Alma serta mempersilahkan Ricky duduk di sebelahnya. Ricky teman sekelas Angga sekarang, bisa dibilang sekarang dialah orang yang paling dekat denga Angga.
“Kamu lagi jatuh cinta ya ?”
“Haaa? Kok kamu tanya seperti itu?”
“Keliatannya aja seperti itu. Terus Angga gimana ? Kamu tidak menghargai rasa sayangnya yang benar – benar tulus ke kamu ? Lalu kamu anggap apa dia ?”
“Kamu kenapa berkata seperti itu sih ? Aku menghargainya kok.”
“Kalau menghargainya, kenapa kamu tidak pernah memberi kepastian ? Kenapa kamu selalu membiarkan Angga menunggumu begitu lama ? Kalau memang kamu menghargainya, buatlah kepastian. Angga selalu membiarkanmu tahu mengenai perasaannya tapi kamu tidak pernah membiarkan Angga mengetahui perasaanmu walau hanya sedikit. Jangan membiarkannya terlalu lama menunggu hanya untuk sebuah ketidakpastian. “ kata Ricky yang segera beranjak pergi.
Kata – kata itu tadi benar – benar menyentuh Alma tepat pada titik rapuh hatinya. Ia menyadarinya sekarang, sikapnya yang seperti ini telah menyakiti banyak orang. Sikapnya yang seolah tidak memikirkan perasaan orang lain membuatnya kehilangan orang – orang yang ia sayangi. Ya Tuhan, bodohnya aku, batin Alma.
“Alma. Kenapa sih daritadi celingak – celinguk gak jelas seperti itu?”
“Gak ada apa – apa kok, An.”
“Yang bener ? Di sana kelas Angga kan, mencari Angga ya ?”  tanya Anna dengan senyum jail kepada sahabatnya itu.
“Apa sih kamu, An.”
“Udah mengaku saja. Kamu suka sama Angga ?”  Alma hanya menatap sahabatnya saja.
“Kalau suka katakan saja. Jangan seperti ini, kamu tidak pernah memberi jawaban yang jelas setiap kali ditanya. Dia sudah cukup lama menunggumu. Beri dia kepastian.”
Kata – kata kedua temannya tadi membuat Alma berpikir, apakah memang begitu jahatnya dia kepada Angga. Rei selalu datang tepat waktu, dia datang saat Alma sedang bingung seperti ini. Karena Alma sudah tidak tahu harus bagaimana, akhirnya ia menceritakan kepada Rei.
“Lalu aku harus bagaimana, Rei ?”
“Ini masalah hati, Ma. Ikuti saja apa kata hatimu, hati tidak bisa dipaksakan. Yakinkan dulu perasaanmu. Aturlah hatimu, lalu katakan apa yang sebenarnya.” Jawab Rei. Ini yang dari dulu Alma suka dari Rei, dia begitu bijaksana dengan nasihat – nasihat sederhananya.
*****
Hari ini Alma merasa begitu sebal, ia harus pulang jam 4 sore karena ada rapat bahkan tidak ada yang bisa menjemputnya. Terpaksa ia harus naik angkutan umum sendiri. Walau masih jam 4 sore, tapi awan hitam sudah menyelimuti sore ini. Alma terus berdoa dalam hati supaya angkutan yang ia tunggu segera tiba, karena sebentar lagi rasanya hujan akan turun. Tidak butuh waktu lama, tetes demi tetes air sudah menghujani tubuhnya. Alma berlari  ke pinggir pagar sekolahnya, walau ia tetap kehujanan di sana tapi tidak separah jika ia menunggu di pinggir jalan. Lalu sebuah motor berhenti di dekatnya.
“Alma. Kok belum pulang?”
“Iya, belum ada angkutan yang lewat.”
“Kalau begitu aku antar saja.  Ayo.”  Angga segera melepas jaket yang ia kenakan dan menyerahkannya kepada Alma. Melihat Alma hanya diam saja, Angga menarik tangan Alma untuk segera naik ke motornya. Alma yang sudah tersadar segera mengenakan jaket dan naik ke motor Angga.
Malam ini Alma tidak bisa tidur mengingat kejadian tadi sore, ia merasa kejadian tadi sore terasa sangat singkat, entah mengapa, tapi harus diakui Alma ia merasa nyaman saat berada di belakang Angga tadi. Ya Tuhan, aku kenapa sih ? kenapa rasanya seperti ini ? batin Alma. Tak begitu lama handphone Alma bergetar, ada 1 sms masuk. Dan itu dari Angga. Segera Alma membalas sms dari Angga itu, malam ini pun Alma habiskan dengan sms bersama Angga. Alma menjadi lebih dekat dengan Angga sekarang.
“Lagi senang sepertinya, ada apa ?” tanya Arya pada Alma
“Oh tidak kok. Tidak ada apa – apa.”
“Tidak mau cerita lagi sekarang ?”
“Bukan begitu Arya. Tapi . . . .” Jawab  Alma bingung.
“Kalau begitu cerita dong. Tentang Angga ya ? cerita saja. Jangan khawatir, aku tidak apa – apa sungguh. Lagipula kalau aku tidak bisa mendapatkanmu, aku masih bisa mendapatkan yang lain. Perempuan bukan cuma kamu Alma” kata Arya dengan tawa lembut. Mendengar tawanya, membuat Alma menjadi senang.
“Jujur aku bingung dengan apa yang aku rasakan. Aku nyaman saat bersamanya, ada rasa tenang di sana. Aku khawatir jika tidak melihatnya di sekolah. Kira – kira kenapa ya ? Apa ini cinta ? apa seperti ini ?” jawab Alma dengan wajah polosnya.
“Sahabatku sedang jatuh cinta ternyata. Hahahaha . Kurang lebih memang seperti itu. Lalu bagaimana dengan Rei ?”
“Rei ? Aku sadar, aku hanya mengagumi. Bukan menyayanginya, hanya rasa kagum dengan segala sifatnya.”
“Artinya kamu menyukai Angga ?”  Pertanyaan itu hanya dijawab dengan senyum kecil oleh Alma, tidak jelas apa maksudnya. Tapi Arya menafsirkannya sebagai kata ‘ya’.
Keesokan harinya, Alma menuju kelas Angga dengan membawa sebuah jaket. Jaket Angga. Ia ingin mengembalikannya. Kelas Angga cukup sepi kali ini, ia melihat Angga berada di bangkunya sepertinya sedang menulis sesuatu. Alma menuju tepat di belakang Angga, benar saja, Angga memang menulis sesuatu. Alma sebisa mungkin membaca apa yang sedang ditulis Angga.
Entah sejak kapan. Tawa dan tangis ini terperangkap dalam sebuah fragmen kehidupan. Memaksanya merasakan bahagia dan getir secara bersamaan. Dengan begitu, pikirnya akan tercipta keseimbangan. Tanpa harus saling menunggu untuk singgah sejenak dan berlalu begitu saja. Hidup ini memang tidak pasti, termasuk dirinya. Karena  hal yang selalu ada di dunia ini adalah KETIDAKPASTIAN. Batin Alma yang membaca tulisan Angga.
“Tapi ketidakpastian itu pasti memiliki kepastian, Angga.” Kata Alma lalu duduk di samping Angga. Angga begitu terkejut mendapati Alma sudah berada di sampingnya, ia segera menutup bukunya.
“Ini, aku mau mengembalikan jaketmu. Terima kasih ya.” Kata Alma tersenyum, lalu segera bangkit akan beranjak pergi. Tapi segera Angga memegang tangan Alma, menahannya pergi.
“Aku ingin bicara padamu.”
“Katakan saja.”
“Sebenarnya bagaimana perasaanmu ? Kamu tahu semua perasaanku, tapi aku sama sekali tidak tahu bagaimana denganmu ?”
“Yang aku tahu, ada rasa aneh setiap kali aku bersamamu. Aku selalu merasa nyaman saat bersamamu, aku selalu merasa tenang saat berada di sisimu.  Aku ingin kamu selalu ada untukku. Rasa ini belum pernah kujumpai sebelumnya, rasa sayang lebih dari sekedar sahabat. Maaf jika selama ini aku menyakitimu, membuatmu menunggu lama tanpa penjelasan. Semoga kamu tidak lelah dengan menungguku selama ini.”
“Jadi ?”
“Kita berdua saling menyayangi, jika memang seperti ini, kita jalani saja.” Jawab Alma tersenyum. Alma tidak menyangka, ia bisa mengungkapkan semuanya begitu lancar. Rasanya jantungnya tadi berdetak sangat cepat. Senyum merekah di wajah Angga, menatap gadis yang ia cintai berada di depannya sekarang. Ia bersyukur, pengorbanannya selama ini tidak sia – sia. Menunggu gadis yang hatinya sangat sulit diluluhkan ini, tapi kini ia akan berada di sisinya. Seperti yang Alma katakan, ketidakpastian itu pasti memiliki kepastian. Dan inilah kepastian yang selama ini Angga nantikan J .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar