Selasa, 26 April 2011

HILANGNYA HARAPAN "part 4"



Sudah setahun setengah Diaz pergi ke London tanpa kabar sedikit pun kepada Maurin, seperti yang diinginkan Maurin, Diaz mencoba membuka hati kepada seseorang tapi tetap tidak bisa ia lakukan, dihatinya hanya Maurin seorang. Tapi Diaz mencoba menikmati hidupnya di London, berkumpul dengan teman – teman, tertawa, mengerjakan esai, hang out. Berbeda dengan Maurin semakin hari kondisinya semakin memburuk. Rahasia yang selama ini ia simpan rapat – rapat akhirnya diketahui juga akibat Maurin mendadak pingsan di depan pintu kamarnya, hal itu disaksikan langsung oleh orang tuanya. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Maurin pingsan, tetapi kini Maurin di larikan ke Rumah Sakit. Ayah, ibu, Reza, dan sahabat- sahabatnya mengelilingi pembaringan Maurin.
                “Sejak kapan kamu tahu penyakit Maurin, Reza ?”  Pak Andra begitu terpukul hingga memarahi putra sulungnya itu. Denispun menceritakan semuanya kepada ayahnya tentang apa yang dialami  Maurin sementara ibunya hanya memandang lemas putrinya sambil menangis dan sesekali memanggil nama Maurin. Sejak kejadian itulah penyakit Maurin diketahui oleh keluarga besarnya dan sahabat -sahabatnya, kecuali Diaz.
                “Tuhan..sungguh berat cobaan yang dialami hambamu ini. Apa mungkin aku masih bisa membahagiakan orang – orang yang aku sayangi. Apa mungkin Engkau memberiku waktu untuk membahagiakan mereka ? Sungguh Tuhan, sangat berat bagiku untuk meninggalkan semua orang yang menyayangiku. Aku ingin bisa bersama mereka selamanya Tuhan walau kutahu itu semua tak mungkin terjadi. Tuhan tapi jika memang Kau menginginkan ku meninggalkan mereka, bantulah aku agar tidak banyak orang yang bersedih melihat kepergianku.” Gumam Maurin sambil menangis di tepi pantai, malam itu Maurin memang sengaja datang ke pantai bersama Arya sepupunya yang hanya melihat dari kejauhan.
   Kini semakin hari kondisi Maurin memburuk, ia sering mengalami koma di Rumah Sakit. Akhirnya dengan persetujuan keluarga dan dokter, Maurin dirujuk ke Amerika Serikat untuk melakukan pengobatan. Sangat sulit bagi Maurin untuk meninggalkan tanah air yang artinya ia harus meninggalkan sahabat- sahabatnya yang selalu mendukungnya. Tetapi karena ia menyayangi keluarganya, akhirnya Maurin setuju untuk pergi ke Amerika.
***
ENAM BULAN KEMUDIAN.
Di bandara Soekarno Hatta, terlihat seorang laki – laki tampan, berbadan tegap, rambut agak berantakan, menggunakan polo shirt, jaket, jeans dan sneakers. Gayanya masih sama dengan waktu dulu ia meninggalkan tanah air. Iya. DIAZ.
“DIAZ..” seorang perempuan memanggilnya. Lalu Diaz tersenyum dengannya dan menghampirinya.
“ Hai..long time no see. Kangen banget sama Indo.” Ucap Diaz
“ Kamu sih, Di. Di London, tapi gak mau balik ke Indo.” Jawab perempuan itu.
“ Hahaha. Iya nih. Oh iya, itu siapa cher ?” Diaz bertanya pada perempuan bernama Chery, sahabat Maurin.
“Oh ini, kenalin ini Arya, pacar aku, mmhh, sepupunya Maurin.” Mendengar nama Maurin, Diaz tertegun sejenak, perempuan yang menginginkannya untuk dilupakan, tapi tak pernah berhasil bagi Diaz. Jauh di lubuk hati Diaz, ia sangat merindukan perempuan itu.
“Hai, Arya.”
“Oh, hai, Diaz.” Mereka berduapun berjabat tangan.
“Ngomong – ngomong soal Maurin, sekarang dia ada dimana ?” tanya Diaz. Chery dan Arya hanya berpandangan. Dan tidak memberi jawaban, Arya menyuruh Diaz untuk mengikuti mereka. Mereka bertiga kini ada di dalam mobil milik Arya, Arya segera melajukan mobilnya. Akhirnya mereka tiba di suatu tempat, lalu Chery bercerita.
“Selama ini Maurin mengidap leukimia. Setelah kamu pergi ke London, semakin hari kondisi Maurin semakin memburuk, ia sering mengalami koma di rumah sakit. Enam bulan yang lalu, Maurin dibawa ke Amerika Serikat untuk menjalani perawatan, baru 2 bulan Maurin di Amerika tapi dia pengin balik ke Indo, katanya dia kangen sama sahabat - sahabatnya. Seminggu sebelum dia balik ke Indo, setelah sholat Isya’ tiba – tiba Maurin pingsan, hidungnya berdarah, dia dilarikan ke rumah sakit. Empat jam dokter nanganin Maurin, tapi terlambat Maurin meninggal. Dia meninggal 4 bulan yang lalu. Belakangan diketahui kalau Maurin jarang minum obatnya dan jarang melakukan chemoteraphy.” Chery mengakhiri ceritanya dengan menangis. Lalu Arya memeluk Chery untuk menenangkannya. Sedangkan Diaz, sedari tadi ia mendengar chery bercerita sambil menangis dan memegang nisan Maurin. Kini benar – benar sakit hatinya mendapati orang yang sangat dia cintai meninggal. Orang yang sangat didambakannya selama ini. Walaupun Maurin pernah memintanya untuk melupakan Maurin, tapi tak pernah sedikitpun ia lakukan. Cinta yang besar terhadap Maurin masih akan selalu ada di hatinya. Ia menyesal karena dulu ia tidak mendesak Maurin untuk bercerita, hingga akhirnya seperti ini. Orang yang sangat ia sayangi meninggal karena kanker.
“Di, waktu Maurin di Amerika, dia nitipin ini buat kamu.” Arya menyerahkan sebuah amplop kepada Diaz. Surat dari Maurin untuk Diaz.
***
To : Diaz
Hai my prince, maaf ya, mungkin saat kamu terima surat ini aku udah ga ada. Beribu maaf Di yang mau aku ucapin ke kamu. Aku terlalu banyak berbohong sama kamu. Aku bohong sama kamu kalo aku sakit. Aku bohong saat kamu bilang kamu dapet beasiswa dan aku senang. Aku bohong kalo aku mutusin kamu karena long distance, Di. Maaf .
Aku Cuma mau yang terbaik untuk kamu ,Di. Kalau kamu tetep bersama aku, kamu pasti sedih saat tahu aku meninggal, aku gak mau ngelihat kamu nangis, Di. Gak akan sanggup aku kehilangan senyum kamu yang memberi semangat buat aku. Itu sebabnya saat aku putusin kamu, aku gak mengembalikan cincin yang kamu kasih, Di, karena itu aku simpan agar aku bisa selalu semangat melawan penyakit aku. Aku tahu, Di waktu itu aku maksa kamu untuk ngelupain aku. Dan aku juga tahu kamu belum bisa melupakan aku sampai sekarang kan..yeaah..aku tahu aku benar. Kan kamu pernah bilang sama aku kalau kekuatan cinta kita ga ada yang bisa nandingin, makanya saat aku gak pernah bisa melupakan kamu, aku tahu kamu juga ga akan bisa melupakan aku. Di, relain aku ya. Kali ini kamu harus benar – benar mencari perempuan lain karena udah gak mungkin untuk kita bersama lagi. Kamu tenang aja, aku akan bantu kamu dari surga untuk mendapatkan perempuan yang cocok untuk kamu. walaupun secara fisik kita gak bersama, tapi cinta aku akan selalu menemanimu di manapun kamu berada. Kalau kamu udah dapet pengganti yang cocok buat kamu, kamu janji ya harus kenalin ke aku.
Waktu itu aku pernah ngelukis pelangi hitam, Di. Lalu Kak Reza bilang, kak Reza percaya suatu saat akan ada matahari yang menggantikan pelangi hitam itu, dan aku mau matahari itu kamu, Di. Buat semua orang bahagia ya, Di. Termasuk aku. Maka suatu saat, aku mau kamu menyematkan cincin ini, ke seseorang yang akan mendampingi hidupmu. Lalu aku akan melihat kalian menikah, punya anak, punya cucu, bahkan punya cicit dari surga, Di. Satu hal yang gak aku ingin kamu lupain bahwa aku akan SELALU MENCINTAI KAMU.
GOOD BYE MY LOVELY

       Yang mencitaimu
Anggia Maurina Fansurainy
***
Selesai Diaz membaca surat itu, ia melihat di dalam amplop ada sebuah cincin. Cincin yang pernah ia berikan untuk Maurin. Dua tahun kemudian Diaz menemukan sesorang yang tepat untuknya, Amanda, perempuan baik, tinggi, cantik dan periang seperti Maurin. Diaz melamar Amanda di danau favorit Maurin. Ia melamarnya persis seperti sehari sebelum keberangkatannya ke London, saat ia memberikan cincin itu pada Maurin. Lalu seperti yang diinginkan Maurin, Diaz membawa Amanda ke makam Maurin. Hingga akhirnya mereka menikah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar